Memaknai Pelayanan

Sudah lama rasanya tidak menuliskan apapun pada blog ini. Untungnya ketika ditinggal, blog ini tidak berdebu, usang ditelan zaman atau kotor sampai sarang laba-laba bermunculan dimana-mana. hahaha.
Begitulah kira-kira......Mm..Ngomong-ngomong, akhir-akhir ini saya banyak sekali belajar tentang pelayanan. Dan seakan Tuhan secara pribadi bicara pada saya tentang pelayanan tersebut lewat moment-moment yang boleh saya alami dan jumpai.

Pelayanan adalah kata yang sering kita dengar baik dalam keluarga, gereja, kampus atau di tempat kita bekerja. Namun seiring berjalannya waktu, pelayanan bak menjadi sebuah pajangan usang yang sudah ditelan zaman alias sudah basi alias tidak dimaknai secara penuh oleh para pelaku-pelakunya.

Seringkali saat-saat ini kita lebih terfokus oleh aktivitas pelayanan itu sendiri ketimbang "pelayanannya." Pelayanan itu ibarat kotak hadiah yang indah namun tak berisi. Akan terlihat berisi atau tidaknya ketika kotak tersebut dibuka satu per satu, sisi demi sisi. Akan terlihat rapuh atau tidaknya ketika pelayanan itu diuji. Pelayanan menjadi sebuah eksistensi yang mengatasnamakan kebaikan untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi, seperti pengakuan ataupun penghargaan. Misalnya saat ini dalam dunia politik konsep melayani masyarakat sarat akan namanya pencitraan dan lain sebagainya. Tetapi tidak serta merta semua orang politik adalah pelayan yang tidak menghidupi kepelayanannya lho. Memang susah menjadi pelayan, menjadi pelayan majikan atau bos saja susah bukan main apalagi menjadi pelayan Tuhan!!

Lalu pelayanan yang seperti apakah yang bisa dikatakan “berhasil” Toh banyak orang melayani tetapi hidupnya juga tidak sepenuhnya baik. Banyak juga pelayanan yang diusahakan tetap tidak memiliki hasil. Setia, yahh..setia. Pelayanan yang setia menunjukkan keberhasilan pelayanan yang saya imani. Bukan diukur dari besar/kecilnya bidang pelayanan dan bukan diukur dari banyak/sedikitnya jangkauan pelayanan kita.

Saya jadi teringat ketika rasul-rasul Yesus saling memperebutkan siapa yang menjadi yang terbesar diantaranya. Dan Yesus menjawab siapa yang terbesar dialah yang menjadi pelayan. Menjadi pelayan sekali lagi bukan perkara seberapa besar apa yang kita layani. Tetapi siapa fokus yang anda dan saya layani. Kalau kita melayani demi kepuasan hati kita atau demi kepuasan manusia lainnya, pasti tidak ada habisnya! Tetapi ketika saya sendiri berfokus pada pelayanan pada Sang Pencipta, pelayanan terasa seperti makanan yang kaya rasa dan penuh sukacita. Walaupun terkadang dalam proses pelayanan banyak kerikil kecil yang menyandung, banyak cacian dan makian yang terlontar baik sengaja ataupun tidak, tidak sedikit badai masalah datang menerpa tanpa mengenal waktu dan lain sebagainya.

Terkadang kita melihat pelayanan hanya sebatas apa yang bisa dilakukan secara fisik. Dan ternyata melalui pikiran, perkataan bahkan melalui doa bisa menjadi sebuah pelayanan kita. Asalkan dengan setia dan tulus kita lakukan untuk kemuliaan Tuhan dan kebaikan sesama segala bentuk pelayanan yang kita lakukan pasti tidak terasa hambar dan tidak sama lagi seperti yang dunia tawarkan. Biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan.

Surabaya, 7 September 2014

Pk 01.50 WIB

No comments:

Post a Comment