Berbagi itu Indah

Manusia adalah sesosok makhluk yang selalu membutuhkan orang lainnya, atau lebih sering kita dengar, “Manusia sebagai makhluk sosial.” Bukan tanpa arti statement tersebut sering terucap. Dalam realita kehidupan, ternyata makna “makhluk sosial” jauh lebih dalam dan jauh lebih dari sekedar kebutuhan. Mungkin bisa saya sebut dengan sebuah keharusan.

Kenapa sebuah keharusan? Hal paling sederhana yang bisa kita sadari adalah keluarga kita. Apapun yang terjadi, kita sebagai manusia pasti ada bukan dari sebuah ketiadaan. Kita lahir bukan dari hembusan angin, badai topan ataupun ledakan atom. Yah, Tuhan memang menciptakan kita, tetapi lewat orang tua kita. Walaupun banyak dari orang-orang tidak mengetahui siapa keluarganya. Yang pasti kita lahir dari seseorang, bukan sesuatu. Entah kita sadar bahwa kita butuh atau tidak, akan selalu ada orang lain di sekeliling, untuk membantu kita bertumbuh dari kecil hingga menjadi besar, dari tidak bisa berjalan hingga bisa berlari dan dari tidak bisa berdiri hingga bisa melompat.

Dengan menyadari hal tersebut, walaupun saat ini kita bisa hidup mandiri dalam arti tidak seperti anak kecil yang harus dituntun saat berjalan, digendong saat menangis atau diberi makan saat kita lapar. Kita tetap membutuhkan orang lain! Dan orang lain juga membutuhkan kita! Dan hal tersebut sangat terasa saat kita mengenal yang namanya “berbagi” atau juga kita kenal dengan “sharing

Hal yang aneh dari berbagi atau sharing adalah semakin kita memberi bukannya semakin kita kurang, tetapi malah lebih. Bagaimana bisa? Ilustrasinya begini, jika ada dua orang pemuda, sama-sama berpakaian rapi dan sama-sama memiliki wajah yang rupawan. Setelah itu pemuda pertama rela memberikan sebagian uangnya untuk pengemis di jalan sedangkan pemuda kedua tidak memberikan apapun saat menyadari ada pengemis di jalan. Kira-kira, manakah pemuda yang lebih kaya atau memiliki harta yang lebih banyak? Tentunya pemuda pertama kan, karena dia bisa memberikan sebagian uangnya pada pengemis. Berarti dia memiliki lebih banyak uang dan lebih kaya daripada pemuda yang kedua yang tidak mau memberikan apa-apa. Lihatlah korelasinya dengan hidup kita. Semakin kita memberi itu tandanya kita berkelimpahan. Memang, berbagi bukan hanya perihal materi dan apa yang terlihat. Tetapi berbagi juga bisa berupa saran, nasehat, cerita, doa bahkan beban hidup.

Berbagi hal-hal seperti doa, saran, uang dan sebagainya mungkin sudah sering kita dengar. Tetapi yang menarik ada juga yang namanya berbagi beban hidup. Apa baiknya berbagi beban hidup? Beban hidup adalah sebagian dari perjalanan hidup, dengan berbagi bukan hanya membuka diri untuk menerima masukan dan saran, tetapi juga memberikan pengalaman realistis bagi semua yang mendengarnya sehingga hal tersebut bisa jadi batu pondasi berharga bagi orang lain untuk menghadapi kehidupan mendatang dan menjadi lebih baik.

Berbagi atau sharing dalam Kristiani sering diartikan dengan saling ber-relasi satu sama lain. Hal itu ditandai dengan adanya komunikasi yang intensif, adanya keterbukaan, saling percaya dan sebagainya yang mendukung satu sama lain dengan tujuan saling bertumbuh menjadi semakin dewasa dan serupa dengan Kristus. Tidaklah mudah untuk saling berbagi, karena selain butuh kepercayaan satu sama lain, dibutuhkan keberanian dan tanggung jawab untuk sama-sama merespon segala sesuatu yang terjadi dengan sikap hati yang benar.

Terkadang banyak realita di tempat saya melayani, bahwa ada orang-orang tertentu yang bahkan telah aktif melayani sebagai pengurus atau memegang tanggung jawab besar dalam sebuah organisasi memiliki rahasia besar yang bertolak belakang dengan pelayanannya. Ternyata orang tersebut tidak cukup jujur untuk mengungkapkan siapa dirinya di depan orang lain, baik itu rekan sepelayanan atau keluarga sekalipun.

Hal itu menjadi pemikiran bagi saya. Apakah benar orang tersebut memang bebal dan tidak memiliki hati selayaknya manusia. Sehingga tetap terjerumus dalam dosa terlalu dalam? Tetapi yang lebih saya yakini, bahwa ada kekosongan dalam hatinya yang membuat dia begitu sakit, dan ketika dia menghadapi dunia pelayanan pun atau mencoba untuk bangkit, mungkin banyak dari orang-orang di sekeliling yang malah meresponnya dengan pandangan negatif dan cenderung menghakimi. Sehingga kejujuran mereka takut untuk dipandang dengan sebelah mata.

Sebagai pelayan yang terus belajar untuk mendewasakan diri. Saya menyadari bahwa ada banyak orang di sekeliling saya yang mungkin masih menyimpan rahasia besar, sakit hati yang begitu dalam atau masalah-masalah yang begitu parah. Tetapi tidak berani dan tidak cukup jujur untuk mau mengungkapkannya pada saya atau teman-teman sekelilingnya. Ketika menyadari itu pada awalnya saya juga merespon seakan-akan masalah orang adalah suatu hal negatif bagi saya. Apalagi itu terjadi pada rekan sepelayanan. Tetapi itulah awal dari kesalahan besar sebagian orang percaya. Mereka telah tumbuh dewasa hingga tidak menyadari betapa pentingnya merespon dengan benar kejujuran dari orang-orang yang terhilang. Tuhan berkata kepada kita orang percaya untuk menjadi saksi bagi seluruh umat manusia. Dan siapa lagi kalau bukan kita yang mulai meresponi kekurangan orang-orang terdekat kita dan yang berada di sekeliling kita?

Kadang kita sebagai orang percaya ataupun saya sendiri terlalu munafik menghadapi fenomena ini. Ketika kehidupan rohani saya semakin baik maka saya memandang semua hal yang tidak baik sebagai sebuah kejijikan yang harus dijauhi. Dan kesalahan itu membuat saya bahkan terjerumus ke dalam dosa. Kita harus percaya dalam iman bahwa kita bisa mengalahkan dosa. Tetapi meremehkan dosa juga menjadi ancaman buat kehidupan kita. Banyak orang merasa “sok kuat” menghadapi kedagingannya sehingga pada akhirnya dia jatuh dalam “ke-sok kuatannya”

Dan kembali lagi pada kata berbagi atau sharing. Dengan menyadari bahwa banyak orang terhilang yang butuh disadarkan. Banyak orang yang membutuhkan lebih dari sekedar materi dan saran, tapi butuh mengalami Tuhan. Apakah ada alasan untuk kita untuk tidak berbagi? Ketika kita sendiri juga menyadari bahwa kehidupan saat ini adalah hasil dari banyak orang yang mau berbagi “sesuatu” dalam hidup kita sebelumnya. Terlebih Tuhan yang rela mebagi-bagikan Anak-Nya yang Tunggal untuk dikorbankan ganti dosa-dosa yang telah kita buat.


Surabaya, 16 September 2014
Pk 01.40 WIB

No comments:

Post a Comment