Belajar BerIman

Sebagai orang percaya sangat mudah bagi saya untuk mengatakan percaya dengan iman untuk menghadapi dunia. Iman secara gamblang dapat dikatakan sebagai ungkapan percaya, walau tanpa melihat. Percaya tanpa mendengar dan percaya penuh dengan segenap hati. Tetapi seiring saya belajar, kehidupan iman tidak semudah yang kita bayangkan dan sekecil yang kita pikirkan. Iman yang saya percaya bukanlah iman yang sekedar "pokoknya" percaya.

Iman seringkali bisa membawa kita dalam pengharapan dan mukjizat. Tetapi iman juga seringkali membawa kita pada kejatuhan dan keterpurukan. Hal terbebut dapat terjadi karena konsep dasar iman yang kita miliki. Seperti yang disebutkan sebelumnya. Iman bukan hanya "pokoknya" percaya. Tetapi ada pemaknaan yang lebih dalam dari sebuah perjalanan iman.

Saya sendiri percaya bahwa iman adalah bukan hasil, tetapi proses belajar seumur hidup. Kita tidak bisa membiarkan iman kita tandus dan menjadi bumerang bagi hidup kita masing-masing. Untuk itu kita perlu memahami, bahwa yang pertama beriman itu membutuhkan pengetahuan! Iman tidak hanya sekedar kepercayaan kosong, tetapi disertai dengan pengetahuan yang memberi pengertian dan pemahaman. Kalau cuma "pokoknya" itu bukan iman, tetapi "nekat"! Tuhan pun berkata dalam Amsal 1:7 "Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan." Walaupun pengetahuan bersumber dari Allah. Allah sendiri tidak berkata bahwa pengetahuan itu tidak perlu ada. Pengetahuan akan menuntun kita untuk memiliki iman yang lebih tajam.

Yang kedua, bahwa beriman juga berarti sepakat dengan kehendak Tuhan. Hal ini berarti iman tidak hanya sekedar tahu, tetapi butuh kesepakatan dan tindakan setuju terhadap kehendak Tuhan yang kadang-kadang berbeda jauh dengan kehendak kita. Seringkali keadaan dunia mengatakan hal yang jauh berbeda daripada iman yang sudah Tuhan berikan dalam setiap hidup kita. Pada Keluaran 15-17, bangsa Israel yang dibebaskan dari penjajahan Mesir pun bersungut-sungut tatkala mereka mengalami penderitaan dalam perjuangan menuju kemerdekaan. Pikiran manusia mengatakan bahwa seharusnya bangsa yang merdeka adalah bangsa yang makmur dan aman, tetapi kenapa penderitaan yang muncul bagi bangsa Israel. Bangsa Israel sebenarnya hanya memikirkan apa yang jadi kehendaknya, bukan kehendak Allah. Dan bukankah ikut Tuhan berarti sangkal diri, pikul salib dan ikut DIA??

Dan yang terakhir, setelah pengetahuan dan kesepakatan dengan kehendak Allah. Kita perlu berjalan bersama-NYA. Kita perlu mengikuti-NYA dengan hidup mengasihi Tuhan dan mencintai seluruh agenda hidup yang diberikan. Seperti manusia mencintai sesamanya, seorang suami yang mencintai istrinya pasti akan rela melakukan apapun demi orang yang dikasihi walaupun itu tidak enak dan juga menyakitkan.

Beriman adalah proses kita belajar tanpa henti untuk percaya dalam pengetahuan, dengan sepakat menerima kehendak-NYA dan juga berjalan mengikuti Allah. Ketika kita tidak mengasihi Tuhan, seluruh kehendak-NYA hanya akan jadi beban. Seharusnya iman yang kita miliki merupakan anugerah untuk menerima DIA dengan penuh hormat, kasih dan tanggung jawab.


Inspire by Samuel Sugiarto, M.Th.
Surabaya, 19 September 2014
Pk 22.49 WIB

No comments:

Post a Comment